All About Ksr

Kamis, 29 Desember 2011

laporan Praktikum ANFISMAN saraf

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Tujuan
1.   Mempelajari cara mematikan seekor katak
2.   Membuat preparat otot saraf
3.   Mengamati respon otot saraf terhadap  berbagai macam rangsang.

1.2.   Dasar Teori
Otot merupakan alat gerak aktif. Pada umumnya hewan mempunyai kemampuan untuk bergerak. Gerakan tersebut disebabkan karena kerja sama antara otot dan tulang. Tulang tidak dapat berfungsi sebagai alat gerak jika tidak digerakan oleh otot. Otot mampu menggerakan tulang karena mempunyai kemampuan berkontraksi. Kerangka manusia merupakan kerangka dalam, yang tersusun dari tulang keras (osteon) dan tulang rawan (kartilago) (Anonym a, 2009).
Otot merupakan suatu organ/alat yang dapat bergerak ini adalah suatu penting bagi organisme. Gerak sel terjadi karena sitoplasma merubah bentuk (lihat pergerakan amuba). Pada sel-sel sitoplasma ini merupakan beneng-benang halus yang panjang disebut miofibril. Kalau sel otot yang mendapatkan ransangan maka miofibril akan memendek, dengan kata lain sel otot akan memendekkan dirinya ke arah tetentu (berkontraksi) (Anonym b, 2009 ).
Pada hakekatnya potensial listrik terdapat pada semua membran sel tubuh, dan beberapa sel, seperti  sel saraf dan otot, adalah “peka”- yaitu mampu membentuk sendiri  impuls elektrokimia sepanjang membrannya dan pada beberapa kasus penggunaan impuls ini menghantarkan isyarat sepanjang membran ini. Pada jenis sel lainnya, seperti sel kelenjar , makrofag, dan sel bersilia, perubahan potensial membran memegang peranan bermakna dalam mengawasi banyak fungsi sel.
Sistem saraf terdiri atas sel-sel saraf (neuron) dan sel-sel penyokong (neuroglia dan Sel Schwann). Kedua sel tersebut demikian erat berikatan dan terintegrasi satu sama lain sehingga bersama-sama berfungsi sebagai satu  unit. Sistem saraf dibagi menjadi sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf somatis dan neuron sistem saraf autonom (viseral).
Otak dibagi menjadi telensefalon, diensefalon, mesensefalon, metensefalon, dan mielensefalon. Medula spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medula oblongata melalui foramen magnum dan terus ke bawah melalui kolumna vertebralis sampai setinggi vertebra lumbal 1-2. Secara anatomis sistem saraf tepi dibagi menjadi 31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kranial. Suplai darah pada sistem saraf pusat dijamin oleh dua pasang arteria yaitu arteria vertebralis dan arteria karotis interna, yang cabang-cabangnya akan beranastomose membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Aliran venanya melalui sinus dura matris dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. (Wilson. 2005, Budianto. 2005, Guyton. 1997).
Membran plasma dan selubung sel membentuk membran semipermeabel yang memungkinkan difusi ion-ion tertentu melalui membran ini, tetapi menghambat ion lainnya. Dalam keadaan istirahat (keadaan tidak terstimulasi), ion-ion K+ berdifusi dari sitoplasma menuju cairan jaringan melalui membran plasma. Permeabilitas membran terhadap ion K+ jauh lebih besar daripada permeabilitas terhadap Na+ sehingga aliran keluar (efluks) pasif ion K+ jauh lebih besar daripada aliran masuk (influks) Na+. Keadaan ini memngakibatkan perbedaan potensial tetap sekitar -80 mV yang dapat diukur di sepanjang membran plasma karena bagian dalam membran lebih negatif daripada bagian luar.






Sistem Kerja Saraf:
www.colorado.edu)

Potensial ini dikenal sebagai potensial istirahat (resting potential). (Snell. 2007). Bila sel saraf dirangsang oleh listrik, mekanik, atau zat kimia, terjadi perubahan yang cepat pada permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan ion Na+ berdifusi melalui membran plasma dari jaringan ke sitoplasma. Keadaan tersebut menyebabkan membran mengalami depolarisasi. Influks cepat ion Na+ yang diikuti oleh perubahan polaritas disebut potensial aksi, besarnya sekitar +40 mV. Potensial aksi ini sangat singkat karena hanya berlangsung selama sekitar 5msec. Peningkatan permeabilitas membran terhadap ion Na+ segera menghilang dan diikuti oleh peningkatan permeabilitas terhadap ion K+ sehingga ion K+ mulai mengalir dari sitoplasma sel dan mengmbalikan potensial area sel setempat ke potensial istirahat. Potensial aksi akan menyebar dan dihantarkan sebagai impuls saraf. Begitu impuls menyebar di daerah plasma membran tertentu potensial aksi lain tidak dapat segera dibangkitkan. Durasi keadaan yang tidak dapat dirangsang ini disebut periode refrakter. Stimulus inhibisi diperkirakan menimbulkan efek dengan menyebabkan influks ion Cl- melalui membran plasma ke dalam neuron sehingga menimbulkan hiperpolarisasi dan mengurangi eksitasi sel. (Snell. 2007)
Pemberian nama otot rangka disebabkan karena otot ini menempel pada sistem rangka (Seeley, 2002). Berdasarkan Tobin (2005), otot terdiri atas bundel-bundel sel otot. Setiap bundel berada di dalam lembaran jaringan ikat yang membawa pembuluh darah dan saraf yang mensuplai kebutuhan otot tersebut. Di setiap ujung otot, lapisan luar dan dalam dari jaringan ikat bersatu menjadi tendon yang biasanya menempel pada tulang. Otot rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1.      Kontraktilitas; kemampuan untuk memendek karena adanya gaya
2.      Eksitabilitas; kapasitas otot untuk merespons sebuah rangsang
3.      Ekstensibilitas; kemampuan otot untuk memanjang
4.      Elastisitas; kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami pemanjangan. (Seeley, 2002)
Potensial aksi merupakan depolarisasi dan repolarisasi membran sel yang terjadi secara cepat (Seeley, 2002). Pada sel otot (serabut-serabut otot), potensial aksi menyebabkan otot berkontraksi (Seeley, 2002). Berdasarkan Campbell (2004), sebuah potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot yang berlangsung sekitar 100 milidetik atau kurang yang disebut sebuah kontraksi tunggal. Jika potensial aksi kedua tiba sebelum respons terhadap potensial aksi pertama selesai, tegangan tersebut akan menjumlahkan dan  menghasilkan respons yang lebih besar. Jika otot menerima suatu rentetan potensial aksi yang saling tumpang tindih, maka akan terjadi sumasi yang lebih besar lagi dengan tingkat tegangan yang bergantung pada laju perangsangan. Jika laju perangsangan cukup cepat, sentakan tersebut akan lepas menjadi kontraksi yang halus dan bertahan lama yang disebut tetanus. Waktu antara datangnya rangsang ke neuron motoris dengan awal terjadinya kontraksi disebut fase laten; waktu terjadinya kontraksi disebut fase kontraksi, dan waktu otot berelaksasi disebut fase relaksasi (Seeley, 2002).
Berdasarkan Seeley (2002), kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek).
Rangsangan Kimia-Asetilkolin, zat-zat kimia tertentu dapat merangsang serabut saraf dengan meningkatkan permeabilitas membran. Zat kimia seperti ini dapat berupa asam, basa hampir semua larutan garam dengan konsentrasi tinggi dan yang penting adalah senyawa asetilkolin. Banyak serabut saraf  yang bila dirangsang akan mengekresi asetilkolin pada ujungnya tempat mereka bersinap dengan neuron lain atau tempat mereka berakhir pada serabut otot. Kemudian asetilkolin merangsang serabut otot berikutnya dengan membuka pori dalam membran inti dengan diameter 0,6-0,7 nano meter, yang cukup besar bagi Natrium untuk melewati dengan mudah.
Rangsangan Mekanis, menghancurkan, menjepit atau menusuk suatu serabut saraf dapat menyebabkan gelombang masuk natrium yang mendadak dan karena alasan yang jelas dapat membangkitkna potensial aksi. Bahkan tekanan ringan pada beberapa ujung saraf khussus dapat merangsang kejadian ini.
Rangsangan Listrik, Rangsangan listrik dapat juga memulai potensial aksi, muatan listrik yang sirangsang secara artifisial melalui membran menyebabkan aliran ion yang berlebihan melalui membran kemudian ini dapat menyebabkan potensial aksi.
Rangsangan Refrakter, potensial aksi kedua tidak dapat timbul pada serabut peka rangsang selama membran tetap terdepolarisasi akibat potensial aksi yang sebelumnya.



BAB II
METODELOGI PERCOBAAN

2.1.       Alat dan Bahan
2.1.1.      Alat
·      Alat diseksi
·      Gelas Arloji
·      Pinset Galvanis
·      Batang Pengaduk
·      Papan Fiksasi
·      Sonde
·      Jarum Pentul
2.1.2.      Bahan
·      Katak
·      Benang
·      Kapas
·      Larutan Fisiologis
·      Gliserin
·      Larutan Cuka Glasial
·      Air Mendidih
2.2.       Cara Kerja
2.2.1.      Cara mematikan katak
·      Ditusukkan sebuah sonde pada foremen occipitale katak,  untuk beberapa saat sonde diputar-outar sehingga otak menjadi rusak sama sekali (Single Pithing)
·      Kemudian Sonde ditarik dan ditusukkan kembali ke arah belakang ke dalam kanalis vertebralis dengan memutar-mutar sonde tersebut sampai katak mati, lemas seluruh tubuhnya, (Double Pithing)
2.2.2.      Membuat Preparat Otot Saraf
·      Katak yang sudah dilakukan proses pithing, diletakan pada papan fiksasi dan kakinya difiksasi dengan jarum pentul.
·      Perut katak dibuka dengan hati-hati dan isinya dikeluarkan, tampak Nervus Ichiadicus dikiri dan kanan tulang punggung.
·      Akar dari Nervus Ichiadicus pada sebelah kaki yang akan di preparer diiikat dengan benang dan sebelah sentralnya dipotong dengan gunting.
·      Seluruh kulit tungkai katak dilepaskan dengan gunting sehingga seluruh otot terlihat.
·      Dibebaskan Nervus Ichiadicus mulai dari kranial sampai ke Musculus gastrocnemius (otot Betis) dengan menyingkirkan otot-otot yang menutupinya, kemudian tendo Achilesnya dipotong.
·      Sediaan preparat otot saraf telah tersedia, disimpan dalam gelas arloji dan diusahakan preparat ini tetap basah oleh larutan fisiologis sampai perlakuan berakhir.
2.2.3.      Macam-macam Rangsangan
·      Rangsangan Mekanik
Ditekan benang saraf pada preparat otot saraf dengan benda tumpul bukan logam. Hasil kontraksi dicatat: lemah, sedang, kuat.
·      Rangsangan Galvanis
Dengan sebuah pinset galvanis yang satu kakinya mengandung Zn dan kaki lainnya mengandung Cu, Ditempelkan pada preparat otot saraf kemudian dilepaskan lagi. Amati hasilnya apakah terjasi kontraksi atau tidak.
·      Rangsangan Osmotis
Sebutir garam dapur ditempelkan pada ujung saraf sediaan dan ditambahkan setetes air diatasnya, perhatikan apa yang terjadi
·      Rangsangan Kimiawi
Sediaan saraf dibasahi dengan cuka glasial, perlihatkan perubahan yang terjadi setelah itu sediaan saraf dibersihkan dengan larutan fisiologis.
·      Rangsangan Panas
Ujung batang pengaduk yang telah dipanaskan dengan air mendidih ditempelkan pada sediaan saraf. Amati dan catat perubahan yang terjadi





BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
           
3.1.       Data Pengamatan
Rangsangan
Lemah
Kuat
Sedang
Positif
Negatif
Mekanis
-
-
-
-
ü   
Galvanis
-
-
-
-
ü   
Osmotis
-
-
-
-
ü   
Kimiawi
-
-
-
-
ü   
Suhu panas
-
-
-
-
ü   

3.2.       Pembahasan
Percobaan Respons Otot Terhadap Rangsang Tunggal Dengan Intensitas Berbeda Berdasarkan Seeley (2002), serabut otot tidak akan merespons suatu rangsang kecuali jika rangsang tersebut telah mencapai kekuatan minimal yang cukup untuk menghasilkan potensial aksi dari serabut otot. Di sisi lain, dalam merespons suatu potensial aksi, serabut otot akan berkontraksi secara maksimal. Fenomena ini disebut sebagai ”respons-ya-atau-tidak-sama-sekali”.
Berdasarkan hasil praktikum, katak deserebrasi masih memiliki tingkat kesadaran yang baik dan menurun kesadarannya ketika sereberumnya dirusak. Kesadaran sudah hilang pada katak spinalis. Menurut (Thomas, 2002), serebrum bertanggung jawab dalam proses belajar, kecerdasan, kesadaran, dll. Hasil praktikum ini kurang sesuai karena pada serebrum yang dirusak, kesadarannya masih baik. Namun, pada serebellumnya yang dirusak, kesadarannya menurun.
Berdasarkan hasil praktikum, katak deserebrasi masih memiliki tingkat kesadaran yang baik dan menurun kesadarannya ketika sereberumnya dirusak. Kesadaran sudah hilang pada katak spinalis. Menurut (Thomas, 2002), serebrum  bertanggung jawab dalam proses belajar, kecerdasan, kesadaran, dll. Hasil praktikum  ini kurang sesuai karena pada serebrum yang dirusak, kesadarannya masih baik.  Namun, pada serebellumnya yang dirusak, kesadarannya menurun. Hal ini berbalik dengan pernyataan literatur tersebut yang mungkin disebabkan karena kerusakan  serebrum pada tahap parsial sehingga kesadaran masih baik. Kemungkinan terjadinya  kerusakan serebrum secara parsial karena metode praktikum yang digunakan tidak dapat melakukan perusakkan serebrum secara total.
Gerakan spontan kurang baik pada katak deserebrasi dan menghilang pada  pengrusakan serebellum dan katak spinalis. Menurut literatur, diencephalon berfungsi  untuk menyambung sensori ke kortex, berperan dalam saraf otonom dan sekresi  hormon dari pituitary gland. Dengan kata lain, hasil praktikum tersebut sejalan  dengan literatur karena gerakan spontan makin menurun ketika medulla oblongata dan  medulla spinalis dirusak.
Frekuensi jantung pada katak tampak tidak menunjukkan pengaruh  dari perusakan serebrum maupun serebelum dikarenakan jantung dikontrol oleh saraf  otonom. Apapun peningkatan frekuensi pada perusakan serebrum mungkin  disebabkan hewan stress. Pusat pengaturan frekuensi nafas terletak di medula oblongata (Guyton, 1995).
Pada praktikum ini terlihat hasil yang tidak sesuai dengan teori yang ada karena pada  katak deserebrasi frekuensi nafas telah mengalami penurunan setelah perusakan serebellum dan medula oblongata. Hal ini  mungkin disebabkan ketika merusak serebrum, medula oblongata ikut mengalami kerusakan dan mempengaruhi pernafasan. Pusat keseimbangan terdapat di vestibulo serebellum bersama batang otak dan  medulla spinalis (Guyton, 1995). Hasil pengamatan menunjukkan keseimbangan  tereliminasi setelah kerusakan serebrum. Kemungkinan yang bisa terjadi adalah dalam  proses kerusakan serebrum diikuti juga kerusakan serebellum sehingga kesadaran hilang.
Pusat rasa nyeri terdapat pada korteks serebri (Guyton, 1995). Hasil pengamatan menunjukkan sesuai dengan teori karena katak deserebrasi memperlihatkan tidak ada rasa nyeri. Rasa nyeri ditunjukkan melalui respons mengangkat kaki setelah kaki dicelupkan dalam larutan asam selama beberapa detik.  Pusat tonus otot pada medulla spinalis. Fakta hasil pengamatan menunjukkan  ketidaksesuaian dengan teori. Tonus otot hilang pada katak deserebrasi. Kemungkinan yang terjadi hingga menyebabkan penyimpangan dari teori adalah kerusakan medulla  spinalis terjadi dalam deserebrasi katak.
Pusat gerakan spontan berada diserebrum karena perlu adanya memori terhadap suatu aktivitas untuk melakukan gerakan spontan. Dalam praktikum gerakan spontan tidak ada lagi karena serebrum hilang. Sementara itu refleks lain diatur oleh medulla spinalis. Setelah spinalis rusak maka refleks tersebut hilang.
Larutan fisiologis adalah larutan isotonis yang terbuat dari NaCl 0,9 % yang sama dengan cairan tubuh atau darah, digunakan karena  mengndung unsur elektrolit yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma sel. Larutan tersebut mengandunf ion Nandung unsur elektrolit yang dapat mempertahankan tekanan osmotik dan isotonis plasma sel. Larutan tersebut mengandunf ion Na+  yang dapat mempertahankan daya hidup katak secara invitro.
Hasil percobaan  menunjukkan respon negatif terhadap rangsangan karena pada saat dibebaskan Nervus Ichiadicus mulai dari kranial sampai ke Musculus gastrocnemius (otot Betis) dengan menyingkirkan otot-otot yang menutupinya, kemudian tendo Achilesnya dipotong, Nervus Ichiadicus sudah terpotong yang dibagian  pada proses pembuangan sehingga hanya separuh nervus yang terpotong.








BAB IV
KESIMPULAN

4.1.       Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan pada katak untuk mengetahui rangasang dari luar maka dapat disimpulkan bahwa :
1.      Single Pithing adalah metode untuk mematirasakan katak, sedangkan Double Pithing adalah metode untuk mematikan katak.
2.      Rangsang akan membuat reaksi pada tubuh hewan
3.      Rangasangan yang dapat menimbulkan reaksi dari hewan antara lain, garam, cuka, panas, dan pukulan.
4.      Dalam percobaan  kali ini semua respon negatif karena pada saat pengambilan Nervus Ischiadicus terpotong sehingga otot saraf terputus.

4.2.       Saran
Lebih berhati-hati pada saat pengembilan Nervus Ischiadicus jangan sampai Nervus terpotong.









DAFTAR PUSTAKA

Effendi,Mulyati E MS.,Ir: 2010. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Bogor. Laboratorium farmasi.
Ganong, F.William. 1995. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi II. Jakarta : EGC. Penerjemah H. M Djuahari Wdjokusumah. Terjemahan dari review off Medical Physiology.
Guyton, Arthur C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC. Penerjemah Ken Ariata Tengadi. Terjemahan dari Textbook of Medical Physiology.
http://pakdokterhewan.wordpress.com/2010/03/29/pemberian-obat-pada-hewan-coba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar